BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Wednesday, April 28, 2010

CRAZIER (Draco-Luna)

Pada hari terakhir bulan Agustus, Draco terbangun karna suara gaduh yang berasal dari ketukan pintu kamarnya. Ia mengucek mata lalu turun dari ranjangnya dan berjalan setengah sadar menuju pintu yang terus di gedor-gedor dari luar.
“Sabarlah! Mengganggu ku saja,” gerutu Draco kesal. Ia membukakan pintu dan melihat ibunya lah yang telah membangunkan tidurnya. “mom? Kenapa sih?”
“Nak, lihat ini!” Narcissa memperlihatkan sebuh lencana berwarna hijau zamrud dengan lambar ular perak di sisinya. Terdapat huruf P di tengah-tengah lencana itu. Draco merebut lancana itu. Matanya berbinar memandang lencana prefek di tangannya. Narcissa tersenyum melihat kebahagian anaknya yang kini mendapat gelar sebagai Prefek Slytherin. “Hebat! Coba pakai!”
Draco segera berjalan masuk kedalam kamarnya. Ia berdiri di depan cermin lalu memakai lencana itu. Senyum kemenangan tersungging di wajah runcingnya. Narcissapun tak bisa menutupi perasaan bahagianya, ia mendekati anak kebanggaannya dan memperhatikan gagahnya Draco saat ini.
“Aku ingin nlihat siapa Prefek Gryffindor,” kata Draco. “menurut mom, apakah si Potter yang dapatkan gelar itu?”
“Potter tidak mungkin menjadi Prefek. Dia sangat buruk dan tak lebih pintar dari mu, nak.” kata Narcissa lalu mengecup kening Draco dengan penuh kasih. “Cepat turun sarapan! Beri tahu daddy tentang berita bagus ini.” Narcissa pun berlalu. Draco masih memandang bangga dirinya di depan cermin.
Turunlah Draco keruang makan. Ia berjalan dengan angkuh, wajah gembiranya tampak sekali. Lucius sudah duduk di ujung meja dengan pakaian rapi, sepertinya ia ingin pergi ke acara resmi. Dia melihat Draco yang duduk tersenyum-senyum sambil memainkan lencana barunya.
“Whoa nak,” kata Lucius terkejut melihat Draco memakai lencana itu. “sudah ku duga kalau kau yang akan mendapatkannya.”
“Jelas. Aku yang terbaik di Slytherin.” Kata Draco bangga lalu tersenyum simpul.
Lucius tersenyum bangga lalu kembali membaca koran Daily Prophet nya. Beberapa menit kemudian, Narcissa dating membawa nampan beriskan tiga mangkuk kue Pie. Dihidangkannya kue itu lalu ikut bergabung bersama suami dan anaknya.
“Kau mau hadiah apa, nak?” tanya Narcissa antusias sambil menoleh kepada Draco yang baru saja hendak memakan kuenya.
“Apa ya? Aku sudah punya barang-barang yang bagus,” kata Draco, terdengar nada bicaranya yang sedikit menimbang-nimbang. “kalian bisa tanyakan lagi nanti, aku belum memikirkan ingin hadiah apa.” Draco memasukan kue Pie kedalam mulutnya.
“Dan kau sayang, jadi dating ke kementrian hari ini?” tanya Narcissa pada Lucius.
“Yeah, aku ingin lihat sanksi apa yang akan di berikan pada si Potter.” jawab Lucius riang. Mendengar nama Potter disebut, Draco refleks menghentikan makannya.
“Ada apa dengan si Potter, dad?” tanya Draco penasaran. Ia menaruh kue Pie di piring dan segera mengalihkan perhatiannya kepada Lucius.
“Potter di sidang hari ini. Penggunaan mantra Patronus di depan muggle,” kata Lucius masih dengan nada yang riang.
“Mantra Patronus di depan muggle?” tanya Draco tak percaya. Alisnya sedikit terangkat. “konyol, mana ada dementor di dunia muggle?”
“Ini menyenangkan nak! Jika si Potter di nyatakan bersalah, maka dia akan di keluarkan dari Hogwarts.” kata Lucius puas lalu tersenyum senang. Ia kemudian memakan Pie nya.
Draco masih bingung dengan kasus ini, tapi dia tak mau merusak hari bahagianya hanya karma repot-repot memikirkan soal Harry Potter. Dia pun segera menghabiskan kue Pie nya lalu pergi mengepack koper untuk di bawa ke Hogwarts besok.
***
Draco terbangun pukul enam esok paginya dan terlalu gembira ingin memberitahu teman-temannya kalau dialah Prefek baru Slytherin. Draco agak kecewa karna Harry tak jadi di keluarkan dari sekolah. Harry di bebaskan dari segala tuntutan karna ia menggunakan sihir pada saat genting demi menyelamatkan Duddley yang di kecup oleh Dementor. Masa bodo, pikir Draco. Toh lebih bagus jika Harry tetap di Hogwarts karna ia bisa mengolok-oloknya.
Draco memakai kemeja setelan jas. Ia turun untuk sarapan dengan mom and daddy nya. Setelah sarapan, Lucius dan Narcissa mengantar anak kesayangannya ke King’s Cross stasiun. Seusai Draco mengucapkan salam perpisahan pada orang tuanya, ia berjalan masuk kedalam kereta. Disana, ia segera menemui teman-temannya di kompartemen Slytherin. Draco menceritakan bagaimana liburannya dan tak lupa ia memberitahu kalau ia lah Perfek baru Slytherin. Crabbe dan Goyle berseru bangga, rasa kagum mereka pada Draco semakin bertambah.
“Hebat, dude!” seru Crabbe kegirangan. Draco tersenyum puas, dia pikir ini sebagai ungkapan terimakasih.
Tiba-tiba Pansy menyeruak masuk kedalam kompartemen bersama teman-teman ceweknya. Dia melihat Draco yang sedang asyik mengobrol dengan Crabbe dan Goyle. Dengan bangganya, ia duduk di sebelah Draco. Pansy merogoh sesuatu dari dalam tasnya.
“Profesor Snape bilang kalau Prefek Slytherin itu kau dan aku.” Pansy menunjukan lencana Prefek miliknya. Crabbe merebut lencana itu dan memandanginya dengan kekaguman luar biasa. “Kembalikan sekarang, Crabbe!”. Crabbe mengembalikan lencana itu ke tangan Pansy. Pansy senyum-senyum sendiri sambil memandangi wajah Draco.
“Jelas saja aku yang terpilih, aku kan hebat!” kata Draco angkuh.
“Yeah, dan itu membuat kekagumanku padamu bertambah. Aku bangga padamu.” kata Pansy lalu mengecup singkat pipi Draco. Draco hanya senyum-senyum, ia sudah biasa mendapatkan kecupan dari gadis-gadis. Pansy akhirnya pergi, ia kembali bergabung dengan cewek-ceweknya yang berdecak bangga melihat Pansy mengecup Draco. Crabbe dan Goyle cekikikan melihat sikap Pansy barusan.
“Whoaa.. pesona mu memang benar-benar melumpuhkan hati para gadis.” Kata Goyle kagum.
“That’s me. Putra dari Lucius Malfoy, pewaris istana Malfoy satu-satunya. Dari dulu bukannya aku memang bintangnya, huh?” kata Draco yang semua kata-katanya terkesan sombong.
“Iya, kami akui itu.” kata Crabbe dan Goyle berbarengan.
“Ngomong-ngomong, siapa Prefek Gryffindor?” tanya Draco alihkan topic. Dia penasaran siapa Prefek Gryffindor yang baru, apakah Harry Potter? No way, dia baru saja hampir di tetapkan sebagai tahanan kementrian.
“Gryffindor? Ahh.. kau pasti akan tertawa,” kata Goyle yang sudah tak bisa menaha tawanya sejak Draco membahas topic ini. Draco tambah penasaran.
“Siapa? To the poin saja!” bentak Draco. Dasar tak sabaran.
Goyle dan Crabbe saling pandang lalu sama-sama tertawa geli. Di kompartemen itu, mereka yang paling heboh dan berisik.
“SI WEASLEY DAN SI MODBLOOD.” teriak Crabbe di tengah tawa lepasnya. Tawa Goyle semakin keras sampai-sampai dia mengelus-elus perutnya. Draco terkejut namun senyum liciknya tersungging di wajahnya. Dia tak percaya kalau si Weasley melarat dan Granger Modblood lah yang menjadi Prefek Gryffindor. Mereka menjadi pusat perhatian, terus tertawa girang sampai kereta bergerak meninggalkan stasiun menuju Hogwarts.
Akhirnya dengan sentakan terakhir, kereta pun berhenti. Draco dan dua kroninya segera keluar dan menyeruak di antara rombongan anak-anak kelas dua, Goyle meninju mereka agar minggir. Draco dan Crabbe mengikuti. Mereka berjalan di peron menuju angkutan yang akan membawa mereka ke kastil.
“Crabbe, urus mereka!” perintah Draco ketika melihat tiga orang anak kelas empat yang sudah mendahului mereka naik kereta angkut. Dengan sigap Crabbe segera membentak adik kelas itu, mereka segera turun dari kereta dan melirik singkat kearah Draco dengan takut. Draco malah melototi tiga anak itu dan tiga anak tadi segera kabur menjauhi Draco CS.
“okay Draco, naiklah!” ajak Crabbe yang sudah nangkring duduk di atas kereta.
“oke” Draco naik duluan kemudian di ikuti oleh Goyle. Kereta pun berjalan sendirinya tanpa di kendarai oleh siapapun.
Aula besar dengan empat meja panjang dan meja guru di ujung ruangan, seperti biasa didekorasi dengan lilin-lilin menyala yang membuat piring dan piala di bawahnya berkilau gemerlap. Tersedia berbagai jenis hidangan yang tak ada habisnya. Draco duduk di apit oleh Crabbe dan Goyle yang sibuk makan. Draco melirik ke meja Gryffindor dan tersenyum menyeringai kea rah Harry Potter. Dia mengalihkan pandangannya kearah murid baru, mulai dari Slytherin, Gryffindor, Hufflepuff dan Ravenclaw. Dia mau mencari korban adik kelas untuk di kerjai. OCH! Draco terkejut setengah matimemandang seseorang bermata besar yang sedang duduk anggun sambil memakan puding di meja Ravenclaw.
“Hei kalian!” tegur Draco pada Crabbe dan Goyle. Matanya tak lepas memandangi gadis manis bermata besar itu. Crabbe dan Goyle sontak saja segera menghentikan makannya.
“Kenapa?” tanya Crabbe tak mengerti. Dia tak sabar ingin kembali memakan paha ayam yang ia taruh di piringnya.
“Lihat gadis itu!” perintah Draco yang masih memandang si gadis. Crabbe dan Goyle saling pandang kemudian mengikuti arah pandangan Draco.
“Kenapa dengan dia?” tanya Crabbe yang masih tak mengerti.
“Aku baru pertama kali melihatnya. Dia siapa sih?” tanya Draco penasaran.
“Kau kemana saja bung?” tanya balik Goyle. “dia kan murid kelas empat.” Dia memasukan kentang goring kedalam mulutnya.
“Dia kelas empat?” tanya Draco tak percaya. Haduh Draco, kau kemana saja selama ini? Pikirnya. “Siapa dia?”
“Kau tak perlu tahu siapa dia,” samber Crabbe lalu menggigit paha ayamnya, “dia agak sinting.” tambah Crabbe selagi mengunyah.
Draco terdiam beberapa saat, masih dalam keadaan memandang si gadis bermata besar. Di tengah lamunnya, tiba-tiba si gadis balik memandangnya. Gadis itu tersenyum namun Draco segera mengalihkan pandangannya pada mangkuk puding. Draco kembali menyantap pudingnya yang super lezat.
“Hi Draco!” seru Pansy kegirangan yang tiba-tiba ambil posisi disebelah Draco. Draco rada kaget namun dia sedang malas membentak orang.
“Ngapain kau?” tanya Draco sinis. Dia mengacuhkan Pansy dan tetap memakan pudingnya.
“Kenapa? Memangnya tak boleh?” tanya Pansy dengan nada manja yang di buat-buat. Crabbe dan Goyle terkekeh melihat tingkah Pansy.
“Kami duluan!” kata Crabbe berlalu di ikuti oleh Goyle yang menepuk pundak Draco. Mereka berdua cekikikan keluar aula, mungkin mereka geli melihat tingkah Pansy yang over dalam mendekati Draco.
“Aku juga duluan ah” kata Draco saat melihat si Gadis Ravenclaw berjalan riang keluar dari aula. WHAT? Apa yang Draco lakukan? Meninggalkan Pansy dan mengejar si gadis? Aneh.. there’s something wrong with Draco.
“ANNOYING!” teriak Pansy kesal saat Draco berlalu.
Draco sangat penasaran dengan identitas gadis itu. Siapa dia? Siapa namanya? Apa keturunan darahnya?. Ingin mengejarnya namun dia gengsi, kesannya Dracolah yang mengejar-ngejar. Dia pun mengurunkan niatnya saat si gadis menaiki tangga. Jelas, si gadis itu pergi menuju asrama Ravenclaw. Saat bayangan si gadis hilang, Draco segera menuruni tangga menuju asramanya.
***
Hari demi hari berlalu. Draco tampaknya sudah melupakan rasa penasarannya pada gadis Ravenclaw bermata besar itu. Dia sedang menikmati hari-harinya sebagai Prefek Slytherin. Dia bisa melakukan apapun semaunya seperti; memotong poin asrama dan memberi detensi.
Malam itu Draco sedang berpatroli sendirian di koridor lantai enam. Pansy beralasan kalau dia sakit kepala sehingga Draco lah yang harus berjaga. Yang paling tidak enak menjadi Prefek adalah harus berpatroli bergantian dengan Prefek lain, tergantung jadwal. Draco sudah menyisir semua lantai, tinggal ke lantai tujuh dan delapan. Rasa malas mulai mendera, maka ia pun segera turun ke kantor Argus Filch untuk memintanya gentian berpantroli. Draco ingin segera balik ke asramanya.
“Saatnya balik ke asrama,” kata Draco puas setelah bernegosiasi lima puluh keeping koin Galleon emas dengan Mr. Filch . Draco segera berjalan melewati staff room untuk menuju tangga turun kearah dapur.
“Hei!” teriak seorang perempuan dari belakang Draco, suara ini asing. Draco siaga menyiapkan tongkatnya lalu pelan-pelan memutar balik. Draco terkejut mendapati sosok perempuan bermata besar dengan tatapan kosong berdiri dihadapannya. Perempuan ini adalah gadis yang membuat Draco penasaran dan hampir membuat Draco mengejarnya waktu itu.
“Kenapa?” tanya Draco sok ketus. Si gadis mendekatinya secara perlahan.
“Kau Malfoy, kan? Si Prefek Slytherin yang jadwal berpatroli malam ini?” tanya gadis itu kalem.
“Memangnya kenapa?” bentak Draco. Astaga ya ampun, gadis itu ternyata mengenalku, kata Draco bangga dalam hati.
“Aku hanya ingin bertanya. Kau melihat sepatuku? Aku kehilangan sepatu”
“Mana aku tahu, lagipula bukan urusanku.” Kata Draco kasar lalu meninggalkan si gadis.
“Terimakasih” kata gadis itu ramah lalu kembali mencari sepatunya yang hilang.
***
Draco keluar kelas PTIH sambil cekikikan bersama Crabbed an Goyle yang kegirangan karna si Potter mendapat detensi dari Prof. Dolores Jane Umbridge (the new PTIH teacher). Umbridge agak keras pada Harry, bertolak belakang sekali dengan sikap lembutnya pada Malfoy. Mereka segera pergi menuju halaman untuk berkumpul dengan Zaibini Blaise dan Theodore Nott.
“Kelasnya bagaimana?” tanya Nott ketika Draco hadir dengan di kawal oleh Crabbe dan Goyle. Cuaca yang cukup panas hari ini. Mereka duduk berlima di bawah pohon.
“Hebat,” jawab Draco sambil melempar tasnya pada Goyle. Goyle menangkapnya dnegan sigap. “kalian kenapa kabur?”
“Malas.” Jawab Nott lemah. Blaise hanya terdiam dari tadi, dia memang kurang suka dengan Draco. Bersamaan dengan itu, Harry, Ron dan Hermione melewati perkumpulan ular perak.
“Selamat atas detensinya, Potter!” ejek Draco. Teman-temannya tertawa riang. Harry sudah siap menyerang balik Draco dengan kata-kata, namun Ron berusaha menahannya.
“Just Malfoy, kawan.” Kata Ron bijak. Slytherin menyerngit saat Ron berbicara. Harry and the genk pun pergi tanpa berlama-lama.
“Jadi si Potter kena detensi lagi?” tanya Blaise mencemooh. Rasa hina sekejab menjalar keseluruh tubuhnya karna membicatakan Harry Potter.
“Yeah,” jawab Draco singkat lalu terkekeh.
“Hidupnya selalu sial” ejek Nott. Mereka pun tertawa lagi. Mengejek Potter adalah hal yang paling menyenangkan. Tawa mereka tiba-tiba surut saat Ginny Weasley dan Luna Lovegood melewati mereka.
“Whoaa..” kata Nott berdecak kagum. Tak henti-hentinya ia memandangi gadis berambut merah itu. Draco terkejut, seseorang yang berjalan disebelah Ginny adalah gadis yang membuat Draco penasaran. Gadis misterius yang terbayang di pikiran Draco hampir setiap malam.
“Lihatlah Nott, kau menyukai si Penghianat Weasley.” Ejek Blaise saat Ginny dan Luna memasuki kastil.
“Hei, kau juga bilang kalau dia manis, dasar munafik!” balas Nott mencibir.
“Mana mungkin aku menyukai Darah Penghianat itu?” erang Blaise marah.
“Tapi kau pernah bilang waktu itu kalau Ginny Weasley adalah gadis yang manis.” Kata Nott tak mau kalah.
“Okay, ku akui kalau si Penghianat itu sedikit manis, kau puas?” tantang Blaise.
“Terserah!” kata Nott tak peduli.
“Hei kalian apa-apan sih?” tegur Draco heran yang sedari tadi membayangkan malaikatnya yang baru saja memasuki kastil. “kekanak-kanakan, bertengkar hanya gara-gara memperebutkan si Penghianat Weasley.” Blaise dan Nott terdiam. Crabbe dan Goyle cekikikan sendiri. “Diam kalian!” bentak Draco kasar. Mereka terdiam sejenak. Tak ada yang berani berbicara setelah Draco membentaknya.
“Well, ada rencana sesuatu? Hogwarts begitu sepi, tak ada problem. Aku jadi boring” kata Draco membuka topic baru.
“Kau tak tahu? Kami asyik mengerjai si Looney.” Kata Goyle. “dia polos banget, gampang di bodohi.”
“Looney? Siapa itu?” tanya Draco heran. Alisnya terangkat dan dahinya agak berkerut. Dia tak tahu kalau di Hogwarts ada murid bernama Looney-sinting.
“Oh, dude, kau tak tahu Luna Lovegood?” tanya Nott memastikan.
“Er-ya kalian tahukan kalau aku sibuk mengurusi pekerjaanku sebagai Prefek?” kata Draco kalem namun ia menekankan kata ‘prefek’ sehingga kesan sombongnya kentara sekali.
“Well, Looney adalah Luna, dia agak sinting.” Kata Nott memberi tahu.
“Luna? Dia yang tadi berjalan dengan si Weasley?” tanya Draco mengingat-ingat gadis aneh yang tadi berjalan dengan Ginny, gadis yang hampir membuatnya mabuk kepayang.
“Yes, itu dia. Memang polos sih, teman-temannya sering menyembunyikan benda-benda miliknya.” Kata Nott kalem. Whoaa.. Nott banyak tahu tentang gadis-gadis Hogwarts. Tak salah kalau dia di nobatkan sebagai Playboy di Slytherin.
Draco terdiam, akhirnya ia tahu siapa gadis bermata besar nan indah. Dia tak mengerti mengapa gadis itu mendapat tempat yang agak special di hatinya.
WHAT? Special? Aku bermimpi? Pikir Draco. Untuk apa aku memikirkan gadis aneh itu? Apa kata Slytherin? Menyebalkan, buang pikiran itu jauh-jauh!
“Well, kenapa kau menanyakan tentang si Looney, Draco?” tanya Blaise menyelidik.
“Aku hanya ingin tahu saja,” jawab Draco ringan lalu terkekeh.” Sudah ah, aku mau pergi!” Draco merebut tasnya yang di pegangi oleh Goyle. Ia berjalan angkuh meninggalkan teman-temannya yang mulai penasaran dengan sikap Draco barusan.
***
Harry sering terkena detensi dari Prof. Umbridge. Kementrian jadi ikut campur mengeluarkan Dekrit Pendidikan. Bahkan Umbridge melarang adanya tim Quidditch Gryffindor. Harry dan teman-teman Gryffindornya sngat geram. Apalagi di kelasPTIH, Umbridge melarang siapapun untuk menggunakan tongkatnya. Hanya membaca, itu lah yang di pelajari saat PTIH.
Dekrit yang di keluarkan bertubi-tubi, terpampang di sepanjang dinding-dinding koridor. Harry juga di cap sebagai pembohong besar karna telah menyatakan berita kalau The Dark Lord bangkit kembali, tak ada yang mempercayainya. Hal ini menjadi bahan olok-olok Draco dan teman-temannya.
***
Sabtu sore, kali ini Draco kut andil dalam penyembunyian benda milik Luna bersama Crabbe dan Goyle. Dua kroninya itu selalu bisa mendapatkan salah satu benda milik Luna. Kali ini mereka menyembunyikan kalung dari botol meed yang sering dipakai oleh Luna, entah dari mana mendapatkannya yang jelas mereka menyembunyikan kalung itu disebuah tempat yang agak tersembunyi. Yep, Goyle menyelipkan kalung itu di salah satu buku dalam perpustakaan. Bayangkan saja, ribuan buku terdapat disini. Luna bisa gila mencarinya.
“Dia akan sulit menemukannya,” kata Goyle girang. Crabbe tertawa riang mengganggu ketenangan di perpustakaan.
“Hei, ini perpustakaan. Jangan berisik!” tegur Miss. Pince galak. Mereka mengacuhkannya. Crabbe dan Goyle segera pergi. Draco masih terdiam di tempat itu. Dia ragu, apakah hatinya benar-benar ingin menyembunyikan kalung Luna? Ah.. inikan idenya. Hati Draco bimbang, tak seperti biasanya.
“Ah masa bodo lah!” gerutunya kesal. Draco pergi meninggalkan perpustakaan. Ia selalu menahan hasrat untuk tidak memperdulikan Luna. Aneh, Draco menyembunyikan satu rahasia yang hanya di ketahui oleh dirinya dan hatinya. Oh, love like this?
Draco berjalan sambil menggerutu sendiri. Menyebalkan. Mengapa dia jadi begini sih? Mengapa harus Luna? Teriak hatinya kesal. Draco tak melihat adanya sesuatu yang special dari Luna, bahkan Luna tergolong sebagai gadis yang aneh.

Bagaimana bila akhirnya kucinta kau
Dari kekuranganmu, hingga lebihmu
Bagaimana bila semua benar terjadi
Mungkin inilah, yang terindah
“SHIT!! NO WAY!” erang Draco kesal.

***

Luna Lovegood geger mencari kalung dari botol meed yang merupakan jimat baginya. Dia mencari kalung itu kemana-mana, di asrama Ravenclaw tak ada, di toilet anak perempuan pun tak ada. Dia benar-benar lupa menaruh dimana kalung itu berada. Luna kehabisan akal, maka dari itu ia membuat brosur selembaran kertas yang bergambar kalung meednya. Dia membagi-bagikan brosur itu ke seluruh murid Hogwarts, beberapa brosur di tempelnya di dinding-dinding koridor. Luna sangat berharap agar kalung itu segera kembali, itu adalah jimatnya.
“Jika kalian melihatnya, segera beritahu aku ya!” kata Luna ramah sambil membagikan brosur itu pada Harry, Hermione dan Ron.
“Kalungmu hilang?” Tanya Hermione penasaran.
“Itu jimat,” jawab Luna lalu berlalu meninggalkan mereka bertiga. Dia kembali membagikan brosur-brosur itu kepada murid yang sedang berada di halaman.
“Hey Looney, kehilangan sesuatu barang lagi?” Tanya seorang murid cowok Hufflepuff. Luna hanya cuek dan terus membagi-bagikan brosur.
“Kalau tidak ketemu, berarti bukan milikku,” desah Luna. Dia pantang menyerah dan selalu ceria. Beberapa siswa memang sering mencemoohnya.

Draco berdiam diri di koridor, dia memperhatikan brosur-brosur yang di tempel disana. Entah mengapa hatinya menjadi sedikit perih, dia ingin sekali memperdulikan Luna namun ia gengsi. Draco berusaha keras menahan perasaan pedulinya pada Luna. Draco pergi, ia tidak tahan dengan perasaannya sendiri. Dia bingung, hatinya selalu diliputi kegalauan. Dia tak boleh sampai menyukai si sinting Luna, tetapi hati tak dapat di bohongi.
“I LIKE A BABY!” erang Draco kesal. Emosinya naik turun. Dia berjalan penuh amarah balik ke asramanya.

***

“Apa ini?” Tanya Luna kaget, matanya tambah membesar. Sore itu Luna tak sengaja bertemu Draco di koridor lantai tujuh.
“Kalungmu,” jawab Draco singkat. Draco segera meninggalkan Luna setelah mengembalikan benda milik Luna yang ia sembunyikan.
“Hei, dapat dari mana?” Tanya Luna penasaran, dia mensejajari langkah Draco.
“Yang jelaskan sudah ku kembalikan” kata Draco datar. “Dan, bias tidak kau jangan bilang pada orang lain kalau aku yang mengembalikannya?”
“Oh, kurasa bisa.” Jawab Luna kalem.
“Bagus deh.” Draco berjalan mendahului Luna. Dia tak mengerti mengapa ia malah mengembalikan kalung itu. Pertimbangan cepat yang agak aneh. Persetan dengan rasa peduli, ia piker membantu Luna bukan karna ia peduli, hanya iseng-seng saja. Luna sepertinya mendapat kesan tersendiri. Dia merasa lebih hidup setelah Draco mengembalikan jimatnya.
***
Draco duduk berdiam diri di ruang rekreasi yang sangat sepi. Anak-anak Slytherin belum masuk ke asrama, mungkin masih banyak kelas. Draco melamunkan perasaannya yang mungkin sedikit aneh belakangan ini, entahlah Draco tak mengerti. Celotehan Blaise dan Nott membuyarkan lamunannya. Mereka masuk sambil berceloteh ria membicarakan sesuatu. Terkadang mereka terlihat seperti musuh, terkadang mereka sangat dekat seperti adik-kakak. Blaise dan Nott duduk di hadapan Draco. Mereka terlihat happy sekali, Draco memandang mereka dengan sinis.
“Kenapa?” Tanya Draco sensitive. Dia tak senang melihat orang lain bahagia. Dasar jahat.
“Blaise kencan dengan salah satu cewek Ravenclaw.” Kata Nott memberitahu. Draco melirik Blaise yang hanya angkat bahu.
“Oh, cewek Ravenclaw? Si Lovegood?”
Kata-kata itu meluncur secara tiba-tiba. Draco tak sengaja mengatakan Lovegood, mungkin ia sedang memikirkannya. Wajah Draco agak memerah dan agak tegang, ia takut Nott dan Blaise berfikiran yang macam-macam, apalagi Blaise kan mencurigai sikap Draco waktu itu.
“Whoa, santai bung, memangnya cewek Ravenclaw hanya Looney Lovegood saja?” kata Nott kalem. “Oya, kau kan hanya mengenalnya,” tambah Nott terkekeh. Kata-kata Nott agak mengejek Draco.
Draco mendelik singkat pada Nott. Nott langsung terdiam. “Jadi siapa?” Tanya Draco menoleh pada Blaise.
“Marietta Edgecombe, tentu.” Kata Blaise mantap, dia tersenyum tak jelas. “Kau kenal kan? Temannya si Cho,”
“Oh, dia.” Kata Draco. Dia jadi rileks karna ternyata bukan Luna. “dia kan kakak kelas.”
“memangnya mengapa kalau Maritta itu kakak kelas?” Tanya Blaise tensi, dia agak tersinggung dengan ucapan draco.
“Ya, tak apa-apa sih.” Jawab Draco datar. Blaise kesal dengannya. Dia pergi kekamarnya. Tinggallah Draco dan Nott.
“Yang lainnya belum datang?” Tanya Draco. “Sepi banget sih,”
“Yeah, mereka langsung pergi ikut kelas Mantra.” Jawab Nott.
“Kelas Mantra? Huh aku sedang malas,” kata Draco ringan.
“Cewek-cewek Ravenclaw ya.. lumayan dicoba,” kata Nott alihkan topic. “kayaknya yang lagi famous memang anak-anak Ravenclaw.”
“Ravenclaw?” Tanya Draco tak mengerti. Yeah, Luna Lovegood adalah seorang Ravenclaw.
“Si Potter kepala pitak kencan dengan si Cho, mereka sering jalan bareng ke Hogsmeade di akhir minggu. Dan Ginny Weasley sepertinya juga jadian sama Michael Corner.” Kata Nott memberi info. “Sepertinya aku juga harus mencari pacar dari salah satu anak Ravenclaw.” Nott bangkit dari duduknya. “aku duluan ya,” Nott pergi kekamarnya. Hanya Draco yang terdiam disana. Draco tak tahu sedang berfikir apa, hari ini dia sangat bosan sekali. Akhirnya dengan terpaksa diapun pergi ke kelas Mantra.

Kelas Mantra hari itu bubar setelah pembagian PR dari Prof. Flitwick. Draco segera berlalu meninggalkan Crabbe dan Goyle yang sangat lama merapikan bukunya. Draco berjalan sendirian melewati lorong-lorong koridor yang ramai sekali. Ah, hatinya sedang bosan, dia malas cepat-cepat pulang ke asramanya. Dia memutuskan untuk pergi ke Danau, sekali-kali perlu juga refresing untuk menghilangkan beban-beban berat di kepalanya.
Danau tempat yang indah juga. Draco pun segera berjalan kesana. Dia kaget, ada seseorang gadis berambut pirang emas yang sedang berdiri di tepi danau. Kalau Draco tak salah, gadis itu adalah Luna. Wah kesempatan, pikir Draco. Dia menoleh kanan-kiri nya berharap tak ada seseorang yang menemukan dirinya sedang bersama si Sinting Luna.
“Ngapain kau?” Tanya Draco sok cuek.
“Ah, Malfoy, kenapa kesini?” Tanya balik Luna.
“Aku yang bertanya, kau sedang apa?” Tanya Draco.
“Aku sedang mencari keberadaan Grindylow, kau tahu hewan air yang hidup di danau sini.” Jawab Luna datar. Dia tak memandang Draco, tapi malah sibuk memandang lepas danau seluas itu.
“Ya, terserah kau saja.” Kata Draco tak mengerti. Dia paling benci pelajaran Satwa Gaib, jadi mana mungkin dia tahu tentang Grindylow. Aduh Draco, inikan pelajaran kelas satu.
“Terkadang mereka suka menyerang kita.” Kata Luna kalem. “Sudah ah, aku mau lihat Thestral dulu. Hati-hati dengan Grindylow, jangan coba-coba masukan tanganu ke dalam air!”
Luna segera pergi memasuki hutan terlarang. Draco terdiam tak mengerti apa yang Luna katakan tadi. Astaga, dia benar-benar kaku banget sih. Salah tingkah ketika berada di dekat Luna. Draco memutuskan untuk balik ke kastil. Rencananya untuk refreshing batal sudah. Menyebalkan, tetapi sedikit indah. Mungkin cara mendekati Luna adalah dengan mengetahui semua tentang Satwa Gaib, pikir Draco. Aneh, Draco senyum-senyum sendiri berjalan menanjak kearah pualam memasuki Kastil.
***
And I wanted to know that would feel
And you made it so real
You showed me something that I couldn’t see
You opened my eyes and made me believe
And I’m lost in your eyes
You make me crazier

Draco merenung di kamarnya. Hatinyapun berkata; “Jera menahan perasaan yang tak jelas. Rasa canduku pada Luna sudah benar-benar di luar batas. Tak bisa menahannya lagi. Sikap Luna yang aneh membuatnya unik dan membuatnya mengisi salah satu sisi ruang hatiku. Dari awal, saat pertama kali aku memandang mata besarnya nan indah. Tak dapat di sembunyikan lagi, aku harus mendapatkannya.”

I wonder if you know
Trying so hard
Not get caught up
Now
You’re just so unique
Absent mindedly
Making me want you

Draco bersandar didinding depan kelas Sejarah Sihir lantai satu. Dia terlihat sedang tegang menanti kehadiran seseorag. Entah siapa yang ingin dia jumpai.
Kelas Sejarah Sihir bubar, murid kelas empat menyeruak keluar kelas. Draco segera tegak. Dia mendekati seseorang gadis yang sedang berjalan dengan temannya. Yeah, dia menemui Luna Lovegood. Beberapa murid kelas empat berbisik-bisik sambil melirik Draco yang menghampiri Luna.
“Bicara sebentar, ada yang perlu ku sampaikan.” Kata Draco angkuh. Draco melirik anak-anak kelas empat yang sedang memperhatikannya. Ginny yang berjalan disebelah Luna memandang Draco sangat sinis. “Hei, jangan memandangku seperti itu, Weasley” bentak Draco pada Ginny.
“Siapa yang sedang memandangmu? Aku hanya melirik,” kata Ginny ketus.
“Hei cepat Looney, aku tak punya waktu.” Kata Draco mengacuhkan Ginny, dia memandangi Luna yang juga memandangnya dengan tatapan kosong.
“Hmm.. mau bicara apa sih?” Tanya Luna kaku.
“Cepat ikut aku!” perintah Draco. Luna masih terdiam seakan tak mengerti ucapan Draco. “untuk apa masih diam? Ayo!” Draco yang tak sabaranpun menarik tangan Luna.
“Nanti bertemu di kelas Transfigurasi, Ginny” teriak Luna pada Ginny. Ginny ngeloyor pergi sendiri sambil melirik heran kepada Draco dan Luna. Draco dan Luna, mereka sama-sama terdiam saat berhadapaan di koridor depan kelas PTIH.
“Well, kenapa Malfoy?” Tanya Luna. Dia tak lepas memandang Draco dengan tatapan yang kosong. Draco hanya diam saja, dia terlihat sedikit ragu. “Ah, kau mau memesan berlangganan majalah Quibber ku?”
“Bukan itu Looney, ahh maksudku Luna.” Kata Draco agak gugup.
“Jadi kau mau apa? Kau mau mengajakku jalan ke Hutan Terlarang untuk memandangi Thestral, ahh atau kau mau mengajakku menaiki Thestral keliling-liling hutan terlarang? Atau mau membantuku untuk mencari Kappa?” Tanya Luna lalu dia tersenyum.
“Bukan itu. Okay, Umm.. Luna aku ingin kau tahu kalau.. Er-kalau.. kalauu..”
“Kau sudah mengatakan kata ‘kalau’ sebanyak tiga kali, rileks saja!” kata Luna kalem lalu dia mengelus bahu Draco.
“Looney, um.. Luna ini agak sulit” kata Draco jujur.
“Hey kau tahu, kau lembut hari ini. Mungkin para malaikat sudah menaburkan bubuk kebaikan di atas kepalamu,” Kata Luna lalu dia memandang keatas seperti bisa melihat malaikat-malaikat.
“AHH! Masa bodo, aku tak bisa!” kata Draco geram lalu pergi meninggalkan Luna. Luna kaget dan memandang Draco yang berjalan angkuh menuruni tangga.
“Dia aneh,” kata Luna lalu segera berlari-lari kecil pergi ke kelas Transfigurasi.
Draco benar-benar tak bisa mengatakan kata: Aku menyukai mu. Hati benar-benar tak dapat di tebak, Draco Malfoy mencintai gadis aneh bernama Luna Lovegood. Draco menggerutu kesal selama perjalanan kembali ke asramanya. Draco gagal mengatakan kata-kata manis yang selama ini di tahan, dia gagal mengungkapkan perasaannya pada Luna. Draco tak bisa mengatakannya karna Luna terlihat tidak mengerti maksud hatinya.

Esok harinya, berita itu telah tersebar luas di seantero Hogwarts. Draco Malfoy menemui Luna Lovegood. Berita ini sedikit menggemparkan Hogwarts, pasalnya yang mereka tahu adalah Draco kekasihnya Pansy Parkinson. Berita dari mulut kemulut ini berasal dari salah satu murid kelas empat kemarin melihat Draco menemui Luna. Pansy yang mendengar kabar tak mngenakan ini hamper pingsan, dia jadi menggerutu sendiri beranggapan kalau selera Draco sangat aneh dan rendahan. Teman-teman Slytherinpun sangat kaget, mereka tak percaya kalau Draco datang menemui Luna.
Sebagian siswa yang mengetahu berita ini beranggapan kalau Draco memiliki hubungan khusus dengan Luna. Draco agak malu tiap kali dia berjalan di koridor dan mendengar bisik-bisik siswa yang sedang membicarakannya. Draco hanya bisa melirik sinis lalu segera pergi. Lain hal dengan Luna, dia menganggap hal ini biasa saja, bahkan tak terasa apa-apa, sikapnya sangat cuek. Dia tak peduli kalau orang lain membicarakannya saat dia lewat di halaman, di dalam kelas atau bahkan dia sedang membaca di perpustakaan, banyak siswa yang membicarakan Draco dan Luna.


Di kelas PTIH kelas empat. Siang itu murid-murid tampaknya sudah lelah melewati dua setengah jam pelajaran yang membosankan ini. Prof. Umbridge menerapkan metode pelajaran yang aneh, hanya baca-baca-dan membaca, tidak menggukan tongkat. Ginny duduk disebelah Luna. Dia masih sangat penasaran dengan Draco yang tiba-tiba menemui Luna kemarin. Dia mengajak Luna mengobrol, Luna sedang mencoret-coret asal perkamennya yang kosong.
“si Malfoy ngomong apa aja kemarin?” Tanya Ginny penasaran. Sesekali ia melirik kearah Umbridge untuk memastikan kalau dia tak melihatnya mengobrol.
“Dia tak bicara apa-apa kok. Dan kau tahu, tingkahnya agak aneh. Apa normal jika mengatakan kata ‘kalau’ dalam satu kalimat sebanyak tiga kali?” kata Luna datar, dia masih sibuk mencoret-coret perkamen dengan menuliskan namanya.
“Luna, semua orang berfikir kalau dia menyukaimu. Apa dia tak mengatakan sesuatu yang berbentuk ungkapan perasaannya?” Tanya Ginny memastikan. Luna sontak segera menoleh kearah Ginny.
“Maksudmu?” Tanya Luna heran.
“Dia mengatakan sesuatu kata, Er- seperti apa ya? Umm.. dia mengajakmu berkencan?”
“Kencan?” Tanya Luna tak mengerti. “Dia tak berbicara apapun kok, ku fikir dia mau memesan majalah Quibber.”
“Luna, mungkin dia menyukaimu.” Kata Ginny kalem. Luna terdiam sesaat kemudian dia tersenyum riang.
“Dia memanggilku Luna loh,” kata Luna riang, mengobrol dengan Luna memang sedikit tak nyambung, Ginny ngomong apa, eh dia jawabnya apa.
“Luna, hati-hati padanya. Aku takut dia hanya memperalatmu agar dia mengetahui tempat latihan kita, kau tahukan kalau selama ini dia di suruh Umbrudge untuk memata-matai kita?” kata Ginny sangat berhati-hati. Dia melirik Umbridge yang sedang berjalan-jalan keliling kelas.
“Ahh mana mungkin baby sepertinya berbuat seperti itu. Kau tahu, dia sangat manis seperti baby.” Kata Luna kalem lalu kembali mengambil tintanya dan mencoret-coret perkamen.
“Well, okelah.”
“Lebih baik membicarakan hubunganmu dengan Corner. Apa kalian baik-baik saja? Aku sering melihat dia jalan sama Cho.” Kata Luna datar.
“Er-ba…” kata Ginny terputus. Mereka terkejut, Umbridge sudah berdiri di sebelahnnya.
“Miss Weasley dan Miss Lovegood, kalian tak tahu kalau pelajaranku sangat penting? Mengapa mengobrol dalam kelasku?” Tanya Umbridge kalem lalu dia tersenyum. “Potong sepuluh poin untuk Gryffindor dan Ravenclaw.” Umbridge tertawa riang. Beberapa siswa Gryffindor mendesah karna poin asramanya di potong.
Ginny dan Luna hanya bisa pasrah. Kalau mereka membantah, mereka bisa di potong poin lagi atau dikenakan detensi. Umbridge kembali melanjutkan pelajarannya yang membosankan. Semua siswa hanya bisa mematuhi Umbrdge dan harus bersabar menghadapinya hingga beberapa menit kedepan.

***

Luna duduk sendirian diatas batu pualam yang terletak dibelakang kastil. Dia sedang membaca majalah The Quibber dengan gayanya sendiri, entah mengapa dia suka membaca secara terbalik. Minggu siang ini cuacanya cukup cerah. Ginny pergi kencan ke Hogsmeade dengan Corner. Luna lebih suka menghabiskan waktu senggangnya dengan membaca The Quibber atau melihat pemandangan satwa gaib nan eksotis.
“Minggu ini begitu sepi,” kata Luna murung. “Tak ada latihan DA.” Luna ngelantur, dia sering berbicara sendiri sementara matanya sibuk membaca tulisan yang terbalik di Quibber.
“Dan kenapa kau tidak jalan ke Hogsmeade dengan pangeranku, Looney?” Tanya Pansy yang tiba-tiba hadir disana. Dari nada bicaranya, ia terlihat marah sekali. Pansy ditemani oleh seorang teman ceweknya, Daphne Greengrass. Tampang mereka sama-sama jutek.
“Ah, kau mau ikut membaca Quibberku? Langganan saja, jauh lebih murah harganya.” Kata Luna menawarkan. Luna menurunkan Quibbernya dan menatap mereka dengan ramah. Dengan kasarnya Pansy merebut majalah Quibber dari tangan Luna. Dia melempar ketanah dan menginjak-injaknya dengan ganas. Daphne hanya cekikikan melihat perlakuan Pansy yang kasar. Luna hanya menatap kosong majalahnya yang sudah rusak dan kotor.
“Ku peringatkan kau, Looney, jangan pernah mengganggu Draco lagi!” bentak Pansy kasar.
“Sebenarnya kau salah paham. Aku tak pernah mengganggu si Baby.” Kata Luna kalem. Luna memang memanggil Draco dengan panggilan Baby.
“APA!? KAU PANGGIL DIA APA?” Tanya Pansy dengan emosi yang lebih menggebu-gebu. Dia hanya memastikan kalau telinganya tak salah dengar. Luna memanggil Draco apa? Baby? Oh, Jenggot Merlin.
“Tadinya aku mau memanggilnya Doxy, dia agak aneh.” Kata Luna yang terkekeh.
“Kau yang aneh!” kata Daphne angkat bicara.
“Huh, kalian ingin membuat kuburan untuk majalah Quibber ku? Aku juga akan mengundah teman-teman yang lain.” Luna memandang majalahnya dengan sangat merana. Pansy kesal karna bicara dengan Luna sama sekali tidak nyambung, rasanya ia ingin menjambak rambut pirang emas Luna yang panjangnya sebatas pinggang.
“Tak ada gunanya, Pansy! Dia tak akan mengerti,” kata Daphne bijak. “Ayo kita pergi! Lain waktu saja kita kembali meningatkannya.” Tanpa berlama-lama merekapun pergi. Luna masih meratapi majalannya yang robek-robek tergeletak di tanah.
“Tak bertanggung jawab,” guman Luna. “Aku akan menghanyutkanmu ke danau, setelah itu aku mau melihat Thestral.”
Luna memunguti robekan kertas majalah Quibberbya. Setelah itu dia pergi menuju danau untuk menghanyutkan kertas tersobek-sobek itu.
“Selamat tinggal, Quibber! Aku akan meminta ayah untuk mengirimkanmu lagi.” Kata Luna kalem lalu dia segera pergi ke hutan terlarang untuk melihat Thestral.

Luna terdiam sendiri, ia sedang asyik memandang Thestral-Thestral yang cantik. Dia membawa sekantong daging mentah di tasnya. Luna sudah mengerti kalau Thestral adalah pemakan daging, maka dari itu ia memancingnya dengan bau darah segar dari daging ayam atau daging sapi. Hampir semua orang tak percaya dengan adanya kuda kurus hitam bersayap yang menghuni hutan terlarang. Hanya siapa yang sudah melihat kematianlah yang dapat melihat Thestral. Luna bisa melihatnya karna dia melihat sendiri proses kematian ibunya.
Hingga sore hari, Luna masih disini, menapaki tanah yang dingin dan kerikil-kerikil batu yang tajam tanpa memakai alas kaki. Sepatunya yang hilang belum dapat ditemukan, maka dari itu dia bertelanjang kaki.
“Bukankah Thestral itu cantik?” Tanya Luna yang masih sibuk memandangi pesona cantiik Thestral-Thestral itu. Kemudian, ia menoleh kebelakang, ada Harry disana. Entah sejak kapan dan bagaimana Harry sudah ada disana, ada bersama Luna.
“Kemana sepatumu?” Tanya Harry peduli sambil memandang Luna yang bertelanjang kaki dengan iba.
“Hilang,” Kata Luna galau. “Mungkin bukan milikku.”
“Mungkin aku bisa membantu mencarikannya.” Tawar Harry dengan senyuman tulus.
“Ah, tak perlu. Barang-barangku biasanya akan kembali dengan sendirinya. Well, tinggal tunggu waktu yang tepat saja.” Kata Luna ramah lalu kembali memandang Thestral.
“Thestral itu cantik, sama sepertimu.” Hibur Harry. Harry ikut memandang Thestral. Dia juga bisa melihat Thestral karna Harry melihat kematian Cedrick Diggory tahun lalu.
“Umm.. Harry, aku percaya kok kalau You-Know-Who memang telah bangkit kembali, terbukti dengan kematian Cedrick,” Kata Luna. “Kau memang yang terpilih, Harry.” Puji Luna yang membuat Harry tersenyum tak jelas. “Aku selalu mempercayai semua ucapanmu.”
“Thanks Luna.” Kata Harry malu-malu. Luna memberinya beberapa iris daging dan Harry melempar daging itu ke tanah. Dua ekor Thestral yang ada di dekat daging, berebut memakannya.
“Well, Luna berita tentang kau dan Draco, apa itu benar?” Tanya Harry alihkan topic. Luna agak kaget namun ia tersenyum dan menganggap kalau pertanyaan Harry agak konyol. Mengapa semua orang menanyakan soal ini?
“Kenapa semua orang bertanya soal ini? Well, Draco tak mengatakan apapun waktu itu, dia malah pergi mengacuhkanku begitu saja. Tingkahnya seperti anak kecil. Lucu banget!” kata Luna yang tiba-tiba riang saat membicarakan Draco.
“Oh, baguslah! Aku takut dia hanya memperalatmu agar ia mengetahui tempat latihan DA kita.”
“Tidak, kurasa dia tak seperti itu. Ayolah, dia hanya Baby.” Kata Luna lalu tertawa kecil.
“Kau bilang dia Bayi? Hei kau tak mengenalnya, dia itu penjilat.” Kata Harry geram. Dia menggepalkan tangannya seperti ingin meninju seseorang.
“Harry, kau begitu kasar. Agak kejam didengarnya.” Kata Luna menoleh pada Harry.
“Umm, sorry. Tapi dia memang seperti itu,” Kata Harry kalem. “Balik ke kastil, yuk!”
Mereka sama-sama terdiam. Tak ada topic untuk dibicarakan lagi. Pemahaman Luna dan Harry tentang Draco sangat berbeda. Mereka juga menilai Draco dari sudut yang berbeda pula. Sebenarnya Harry hanya takut hal itu terjadi, hal yang dapat membahayakan DA. Ah, tapi mana mungkin Luna cerita macam-macam ke Draco, toh merekapun tidak dekat. Mereka berjalan keluar dari hutan.
Pada waktu yang bersamaan, Draco sedang berkumul sore itu dengan Nott dan Blaise di halaman. Mereka berceloteh tentang Dekrit Pendidikan yang di temple hampir disetiap lorong koridor, terkadang mereka mengejek si Potter-Kepala-Pitak, si Melarat Weasley, atau si Darah Lumpur Kotor Granger. Sesekali Blaise dan Nott menyindir Draco soal Luna, tapi Draco hanya mendelk dan merekapun langsung membahas topic lain.
“Yeah, Weasley Raja Kami.” Cemooh Nott lalu mereka semua tertawa bersama. Weasley Raja Kami adalah lagu yang sangat popular minggu ini. Lagu itu ciptaan Draco untuk mengejek Ron yang permain Quidditchnya sangat buruk.
“Hei Malfoy,” tegur Blaise ditengah-tengah tawa mereka. Dia sedang memperhatikan sesuatu ke arah Hutan Terlarang. “Bukankah itu si Looney dan si Potter?”
Draco segera menoleh kearah pusat perhatian Blaise. Dia melihat Luna dan Harry yang baru keluar dari Hutan Terlarang dan sekarang sedang berjalan menuju kastil. Blaise dan Nott terkekeh melihat ekspresi Draco yang cemberut.
“Cemburu, huh?” Tanya Blaise mencemooh.
“Kalian diam lah!” bentak Draco yang masih memandang Luna-Harry. Blaise dan Nott masih cekikikan lalu ngeloyor pergi.
SHIT! Ngapain sih Potter jalan dengan Luna? Bukannya dia kencan dengan Cho? Gerutu Draco kesal. Tanpa berfikir panjang, dia mengejar Luna dan Harry. Oh, dia sudah mengorbankan harga dirinya untuk mengejar Luna.
“Hei Potter!” panggil Draco. Luna dan Harry menoleh secara bersamaan. Wajah Luna langsung berseri senang namun Harry tampaknya geram sekali, dia sama sekali tak memiliki masalah dengan Malfoy. “Ngapain kau jalan dengan Luna?”
“Ho.. apa hak mu melarangku jalan dengan Luna? Aku bebas jalan dengan siapa saja, Malfoy.” Kata Harry ketus. Sumpah demi apapun, Harry rela menukar semua uangnya agar bisa memukul Draco.
“Aku ini Prefek, aku melihat kalian jalan dari Hutan Terlarang. Aku wajib menegur kesalahan kalian dong.” Kata Draco cari alas an.
“Oh, aku tau. Kau cemburu?” tebak Harry.
“Bukan urusanmu, Potter! Potong dua puluh poin untuk Gryffndor.” Kata Draco. Dia melirik singkat kearah Luna, kemudian dia pergi dengan amarah yang menggebu-gebu.
“Menyebalkan!” gerutu Harry kesal. Dia tak merasa melakukan kesalahan tapi Malfoy seenaknya memotong poin asramanya. Harry sebenarnya bisa menebak kalau Malfoy sangat ceburu.
“Kau lihat tampangnya yang seperti Baby?” Tanya Luna, dia senyum-senyum sendiri. Luna berjalan perlahan meninggalkan Harry yang masih terdiam.
“Umm.. Luna, ku pikir Malfoy serius.” Kata Harry berlari kecil mengejar langkah Luna yang mulai menjauh.
“Serius apa? Dan apakah kini kau percaya kalau Malfoy seperti baby?”
“Hei aku serius! Dia cemburu banget tadi.” Kata Harry kalem.
“Ginny Weasley juga cemburu melihatmu jalan dengan Cho,” kata Luna riang.
“HAH!? APA?” Tanya Harry kaget memastikan kalau ia tak salah dengar. Apa yang Luna katakana tadi? Ginny cemburu padaku?
“Tidak, hanya bercanda.” Jawab Luna ceria. Mereka terus berjalan menuju aula besar. Bersiap untuk makan malam.

***

Draco masih kesal mengingat kejadian kemarin sore. Melihat Luna jalan dengan Potter hatinya panas banget. Dia tambahbenci dengan Harry. Lihat saja, aku akan membalas si Potter, gerutu Draco kesal sambil melirik menyeringai ke Harry yang sedang duduk bercanda riang dengan Ron di aula siang itu. Tak ada gunanya dia menjadi Prefek kalau dia tak bisa mengerjai si Potter. Mungkin dia bisa memberinya detensi. Tapi bagaimana caranya? Tanya hatinya kesal.
Tawa Crabbe dan Goyle membuyarkan lamunannya. Draco melirik Crabbe, Goyle kembali memakan pudding kentangnya.
“Kenapa?” Tanya Crabbe heran.
“Kau punya rencana untuk ngerjain si Potter?” Tanya Draco to the poin.
“Oh, soal kemarin.” Kata Crabbe.
“Kemarin apa?” Tanya Draco ketus.
“Tidak, sudahlah lupakan! Blaise yang memberitahuku kalau kau cemburu lihat si Potter jalan dengan Looney,” kata Crabbe.
“Jadi apa rencanamu?”
“Well, mungkin kau bisa membalasnya lewat Cho, itu adil.” Kata Crabbe memberi ide.
“Cho?” Tanya Dracp tak mengerti.
“Yeah, Cho Chang.” Kata Crabbe mantap. “si Potter pasti akan kesal kalau pacarnya di gangguin.” Crabbe mengambil semangkuk penuh bubur lbu. Draco masih terdiam sendiri. Cho? Apa yang harus ia lakukan dengan Cho?
Akhirnya, dia mengerti. Setelah memikirkan maksud ucapan Crabbe saat pelajaran Mantra. Kalau Potter bisa jalan dengan Luna, mengapa ia tak bisa jalan dengan Cho? Sempurna! Selesai kelas Mantra, dia segera ngeloyor pergi naik ke kelas Ramalan kelas enam. Dia menanti seseorang didepan kelas itu. Siapakah yang sedang dia nanti?
Cho Chang. Cho keluar kelas Ramalan bersama Marietta. Mereka terkekeh bersama sambil membicarakan gossip-gossip top Hogwarts selama satu pekan ini. Draco melihat Cho sudah keluar kelas, dia segera menghampirinya.
“Minta waktunya, Cho.” Kata Draco sambil mengacak-acak rambutnya. Dia sedang tebar pesona. Marietta terbelalak kagum memandangnya.
“Kenapa, Malfoy?” Tanya Cho kalem.
“Cuma mau bilang kalau si Potter jalan dengan Luna kemarin sore. Kau.. Er-tak cemburu?”
“Harry dengan Luna? Ah, sudah biasa,” jawab Cho sambil tersenyum.
“Mungkin kau yang cemburu sama Harry, Malfoy.” Celetuk Marietta lalu terkekeh, Cho hanya tersenyum. Draco mendelik padanya.
“Apa maksudmu?” Tanya Draco sinis.
“Maksudku, ya.. kau cemburu karna Looney-mu jalan dengan Harry.” Jawab Marietta ringan lalu kembali terkekeh.
“DIAM KAU!” bentak Draco kasar. Cho dan Marietta terkejut, mereka jadi terdiam.
“ Jadi apa tujuanmu menemuiku, Malfoy?” Tanya Cho kalem kembali ke topic awal.
“TIDAK JADI!” kata Draco lalu pergi meninggalkan mereka. Di tengah jalan dia berbalik kembali menghampiri Cho dan Marietta. “Potong dua puluh poin untuk Ravenclaw!” Draco pergi. Cho dan Marietta hanya pasrah, mereka baru ingat kalau Draco itu Prefek.

Gagal total rencana mau ngerjain si Potter. Draco benar-benar kesal. Tak ada yang bisa ia lakukan. Bodoh! Gerutunya kesal sambil berjalan mondar-mandir di ruang rekreasi asrama yang begitu ramai. Dia resah, apa yang harus ia lakukan? Bagaimana caranya agar Luna menjadi miliknya? Huh benar-benar dilemma yang sulit, kalau dia memilih pacaran dengan Luna, dia berarti telah mengorbankan harga dirinya. Kalau dia lebih mementingkan harga dirinya, itu berarti ia mengorbankan perasaan yang selama ini menyiksanya. Disinilah dilemanya, tak tahu mana yang harus ia pilih.
“Duduklah, dude!” kata Nott bijak. “Ngapain kau mondar-mandir begitu?”
“Entahlah, aku bingung.” Jawab Draco kalem. Akhirnya dia duduk di sofa.
“Memikirkan si Looney, huh?” Tanya Blaise mencemooh.
“BUKAN URUSANMU!” bentak Draco kesal. Blaise hanya tersenyum menyeringai lalu terdiam dengan sendirinya.
“Gimana rencanamu untuk ngerjain si Potter?” Tanya Crabbe angkat bicara sambil mengunyah permen karet rasa kacang.
“Gagal,” jawab Draco lemah. Crabbe, Goyke, Nott dan Blaise terkekeh bersamaan. Blaiselah yang kelihatan paling senang. “Kalian menyebalkan. SHIT ALL YOU DO!” bentak Draco, seketika saja erekapun terdiam.
“Besok aku mau pergi kencan dengan Marietta,” pamer Blaise. “Dia hot juga.”
Nott, Goyle dan Crabbe tertawa mendengar ucapan Blaise yang mengatakan kalau Marietta itu Hot. Hanya Draco yang acuh, dia sensitive banget kalau sudah membahas soal kekasih, kencan atau sesuatu hal yang berbau dengan keromantisan.
“Whoa! Aku juga mau kencan dengan Laura Madley, dia anak Hufflepuff,” kata Nott yang ikut-ikutan pamer. “Dia adik kelas kita.”
“Kau memang paling-paling, Nott,” Kata Goyle di tengah tawanya. “Padahal baru kemarin kau putus dengan Lisa Turpin anak Ravenclaw.”
“Ya, itulah aku,” Kata Nott bangga. “memangnya kalian tak punya teman kencan?”
“Kami?” Tanya Crabbe dan Goyle berbarengan, mereka saling pandang lalu terkekeh sekeras-kerasnya. “I’M FREE!”
“Oh, okay. Selamat berkencan teman-teman. Aku duluan ya, sudah ngantuk.” Kata Nott lalu segera pergi ke kamarnya.
“Me too,” kata Blaise ikut-ikutan. Dia mengikuti Nott masuk ke kamar murid cowok. Tinggallah Draco, Crabbe, dan Goyle. Ruang rekreasi makin lama makin sepi. Pansy dan Daphne melewati perkumpulan cowok-cowok itu.
“Night Draco!” kata Pansy manja sambil mengedipkan salah satu kelopak matanya. Draco hanya acuh. Pansy dan Marietta masuk ke kamarnya.
Crabbe menguap selebar-lebarnya. “Aku juga ngantuk, Malfoy. Duluan ya!” Crabbe beranjak diikuti oleh Goyle. Kini tinggallah Draco yang masih terjaga. Dia belum mengantuk, masih memikirkan dilemanya itu. Berat untuk memilih salah satu, ia ingin memilih keduanya. Pikirkan satu pilihan yang terbaik, Draco! Ayo kau harus bisa!

***

Draco bosan banget, Hogwarts sepi. Hampir semua murid pergi kencan ke Hogsmeade. Dia jadi tak ada hiburan. Dari siang sampai matahari mulai condong, dia hanya duduk di bawah pohon Breech dekat danau. Sesekali dia melempar batu ke danau sampai terdengar bunyi ‘plum’ pelan. Sepi terasa, dan dia jadi kepikiran dengan Luna. Mana Luna ya? Biasanya dia sering ke sini, pikir Draco sambil celingukan memastikan kalau Luna mungkin berada di sekitar sini.
Benar saja, beberapa menit kemudian terlihat Luna sedag berlari riang menuruni undakan menuju Hutan Terlarang. Draco segera mengikutinya. Mereka masuk kedalam hutan.
“Mau cari apa sih?” Tanya Draco was-was sambil menyelidiki lingkungan sekitar. Dia jadi ingat kejadian kelas satu waktu dia di beri detensi bersama Harry. Uh menyeramkan melihat makhluk penghisap darah yang sedang menghisap darah Unicorn. Atau dia teringat sewaktu kejadian kelas tiga saat Buckbeak menyerangnya. Mengerikan semua memorinya di hutan terlarang.
“Aku mau cari Unicorn,” kata Luna terhenti lalu dia berbalik menghadap Draco. “Kau mau ikut?”
“Umm.. ya boleh lah,” jawab Draco ringan sok berani. Dia cengengesan mendekati Luna.
“Kalau kita bisa menemukannya, kita bisa berkelilinya sambil naik Unicorn. Pati menyenangkan!” kata Luna riang. Mereka berjalan perlahan, semakin lama semakin masuk ke tengah hutan. Draco tambah ngeri, tapi biarlah agar bisa bersama Luna, apapun ia akan lakukan.
“Nah, itu dia.” Kata Luna girang. Dia segera berlari menghampiri seekor kuda berbulu seputih salju yang sedang berada di dekat pohon Ent. Draco kaget melihat kuda itu, kudanya cantik sekali, apalagi memiliki tanduk di kepalanya. “Cantik kan, Malfoy?”
“Yes,” jawab Draco singkat. Dia masih takjub memandang Unicorn itu.
“Ayo naik!” ajak Luna yang sudah naik di atas punggung Unicorn. Draco jadi gugup, ia takut Unicorn ini menyerangnya. “Tak apa-apa, pegang tanganku!” Luna mengulurkan tangannya.
Draco ragu, haruskan dia menerima uluran tangan Luna dan merasakan sentuhannya? Yes, ini kesempatannya. Draco meraih tangan Luna dan berhati-hati menaiki punggung si Unicorn.
“Kau siap?” Tanya Luna sambil menoleh kearah Draco.
“Er-yes,” jawab Draco gugup namun mantap.
“Unicorn yang cantik, ayo jalan!” kata Luna mengelus lembut leher Unicorn. Unicorn itu bergerak, pelan, pelan, dan lama-lama semakin kencang. Draco reflex memeluk tubuh mungil Luna, dia masih parno. Luna tak merespon apapun. “Anggap saja seperti naik sapu terbang!”
“Hey itu beda, ku rasa lebih keren jika aku naik sapu.” Kata Draco rada grogi. Luna hanya terdiam, dia sedang merasakan sensasi menunggangi Unicorn. Draco agak takut namun hatinya sangat senang, hari ini dia bisa menghabiskan sorenya bersama Luna, ditambah lagi bisa memeluk Luna. Dasar, sambil menyelam minum air!
Mereka turun dari Unicorn saat hari mulai gelap. Senangnya hari ini! Hari ini merupakan hari terindah Draco di minggu ini. Bisa dibilang mungkin ini kencan pertama bagi Draco. Apa? Kencan? Mereka bahkan tidak berpacaran. Luna sendiri sangat menikmati hari ini. Mereka berjalan memasuki kastil sambil senyum-senyum sendiri. Rasa cemburu Draco pada Harry sepertinya sudah terlupakan dengan adanya kejadian ini. Dan setelah di pikir-pikir, Luna sebenarnya tidak aneh. Luna adalah gadis yang luar biasa.
I’m only me when I’m with you, kata Draco girang dalam hatinya.
“Hei jangan bilang pada yang lain kalau hari ini aku pergi denganmu! Kau mengerti kan?” Tanya Draco kembali ke sikap awalnya yang cuek dan gengsi. Mereka memasuki kastil bagian belakang, melewati rumah kaca Herbology.
“Okay, tapi aku tak janji bisa menjaga rahasia tentang kegugupanmu saat menunggangi Unicorn, aku merasakan degupan jantungmu yang cepat sekali. Bunyinya dug-dug-dug,” kata Luna kalem lalu tertawa kecil.
“KAU! Awas kalau sampai bilang-bilang!” gertak Draco. Mereka terhenti sejenak. Luna mengeluarkan selembar brosur dari dalam tasnya, dia memberikan brosur itu pada Draco.
“Aku yakin besok Diaryku akan hilang, sekarang aku masih membawanya,” Luna mengeluarkan buku coklat kecil degan cover bertinta Perak dengan tulisan ‘My Diary’. “Tadi padi ku dengar Marcus Belby mengincar buku harianku.” Jawab Luna kaku. “Nanti kalau kau menemukannya, kembalikan ya!” Draco hanya memandangi gambar sebuah buku yang hampir sama percis dengan buku yang tadi di keluarkan Luna.
“Hey, bukunya kan belum hilang, kenapa sudah membagikan brosur,”
“Besok pasti hilang,” jawab Luna kaku namun nada bicaranya riang sekali. Dia berlari-lari kecil masuk kedalam kastil sementara Draco masih terdiam di tempatnya sambil menggenggam brosur itu. Luna punya diary? Tanya Draco dalam hatinya. Bagaimanapun Draco harus orang yang pertama menemukai diary itu kalau diary itu ternyata benar hilang.

***


“Siapa salah satu dari kalian yang menyembunyikan diary si Lovegood?” Tanya Draco menyelidik, dia mondar-mandir tak karuan di depan Crabbe, Goyle, Blaise dan Nott. Siang itu mereka sedang ngumpul di koridor. Mereka habis mengikuti kelas Ramuannya Prof. Snape.

“Kami tidak,” jawab Crabbe dan Goyle serentak.

“Kau Nott?” Tanya Draco mendelik pada Nott.

“Aku tidak,” jawab Nott jujur.

Draco hanya menoleh kepada Blaise, Blaise menggeleng. “Fuih,” Draco menghela nafas.

“Kenapa sih?” Tanya Nott mau tahu.

“BUKAN URUSAN KALIAN! TAK USAH IKUT CAMPUR!” bentak Draco dengan kasarnya. Saat itu Pansy hadir, dia segera bergelayut manja di pundah Draco. Draco menghindarinya, tumben sekali. “Hei kau apa-apaan?” tegur Draco pada Pansy.

“Sudah lama tidak bermesraan denganmu,” jawab Pansy lalu tersenyum. “Kau tahu, Malfoy, tadi aku melihat ada keributan di halaman.”

“Keributan apa?” Tanya Crabbe dan Goyle berbarengan. Pansy melirik mencibir pada mereka. Draco hanya memandang Pansy dengan rasa penasarannya, dia tak mau bertanya tentang keributan apa itu.

“Sepertinya mereka sedang mengerjai si Looney. Ku lihat Looney juga ada di sana, dia menangis. Uhkk.. memalukan sekali!” kata Pansy setengah jijik.

“Luna? Er-maksudku Looney? Menangis?” Tanya Draco kaget.

“Yeah, kayaknya itu idenya Belby, dia yang ngompor-ngomporin teman-temannya untuk ngerjain si Looney. Bott juga ada di sana.”

“Oh, okay. Thanks atas infonya, Pansy.” Kata Draco tersenyum menyeringai lalu pergi meninggalkan teman-temannya menuju halaman. Pansy mendengus kesal, padahal dia membicarakan Luna hanya ingin membuat Luna terlihat lebih konyol di depan Draco, mungkin itu akan membuat Draco tidak menyukai Luna.

Di halaman memang ramai benar. Draco melihat Luna yang sedang bersusah payah merebut sebuah buku yang sedang di oper-oper oleh Belby, Bott dan teman-teman lainnya. Baru kali ini Draco melihat Luna menangis, kasihan banget. Ternyata di balik sikap cerianya itu, dia bias juga menangis seperti itu. Hatinya sakit merasakan Luna di permainkan seperti itu. Draco merogoh sesuatu dalam sakunya, dia mengeluarkan tongkatnya.

“ACIO buku!” Buku yang sedang di lempar-lempar itu melayang kea rah Draco. Semua siswa yang ada disana saat itu terkejut melihat Draco yang kini memegang buku coklat milik Luna. Luna tersenyum kegirangan. “Potong dua puluh poin untuk tiap anak yang sedang ada disini, kecuali Luna.”

“Semua siswa bubar sambil berbisik-bisik aneh tentang Draco. Mereka sangsi, kini terbukti kalau Draco memang menyukai Luna. Hingga saat ini gossip itu ratingnya masih tinggi. Luna segera mendekati Draco. Masih ada sisa-sisa air mata di pipinya dan di kedua pelupuk matanya.

“Pinjam dulu bukunya!” kata Draco cuek lalu berbalik pergi.

“Thanks banget Baby!” teriak Luna riang sambil menyeka air matanya. Luna pergi berlari riang memasuki kastil.


***


Desember, 2nd 1995

Hello everybody! Hari ini merasakan sensasi menunggangi Unicorn. Luar biasa! Hari yang menyenangkan! Kapan-kapan aku harus bisa menunggangi Centaurus. Oya, meski awalnya agak sedih karna di tinggal Ginny yang pergi berkencan dengan Corner, tapi tak apalah yang penting hari ini aku senang. Dan ternyata ada orang yang juga aneh sepertiku, aku memanggil dia; Baby. Si Baby takut naik kepunggung Unicorn, tampangnya lucu banget!
Sepanjang sore ini kami menghabiskan waktu bersama, si Baby tak ingin orang lain tahu kalau kami jalan bareng. Ya sudahlah, aku mau mencari sepatuku dulu. Night!

PS. Sepertinya Marcus Belby mengincar kau deh, aku harus bersiap kehilanganmu temanku!!


Luna Lovegood


“Instingnya kuat banget. Diarynya beneran hilang,” Kata Draco lalu tersenyum menyeringai. “Dia memanggilku Baby? Keren juga, huh?” Draco membolak-balik halaman buku diary itu.


November, 25th 1995

Sedihnya hari ini! Seorang cewek anak Slytherin kira-kira kelas lima, ah aku baru ingat kalau dia Prefek Slytherin, Pansy Parkinson. Dia telah merusak majalah Quibber ku. Aku bahkan baru membaca halaman kedua. Pansy menginjak-injak majalahku sampai jilidnya rusak dan sobek semua deh. Tak apalah, toh aku bisa meminta daddy mengirimkannya lagi.
Sore ini aku hanya jalan ke Hutan Terlarang, memandang pesona eksotis kuda hitam kurus bersayap yang di sebut Thestral.Wow! Thestral-Thestral itu terlihat sudah tua namun masih kokoh. Entah sewjak kapan, Harry Potter sudah berada di dekatku. Dia memandangku iba karna aku tak pakai sepatu. Dia baik banget. Harry menawarkan jasa untuk membantu mencarikan sepatuku, tapi aku menolaknya. Hanya dia yang peduli, itu diluart Ginny atau DA. Lucu juga sih kalau dia dekat denganku. Aku rasanya mau tertawa . Oya, ketika aku dan Harry masuk kastil, tiba-tiba Baby datang dengan tampang cemberut. Dia marah-marah sama Harry. Dia juga memotong poin asrama Gryffindor, aneh juga dia! Dia pergi dengan nafas yang engap-engapan, kurasa dia belum puas marah-marah kepada Harry. Baby memang tiap hari ngomel-ngomel, itu wajar saja, diakan Prefek. Ya sudah, aku jalan ke aula bareng Harry. Menyenangkan hari ini!

Luna Lovegood


“Pansy? Dia ngomel-ngomel bahkan merusak The Quibber milik Luna? Jahat banget!” seru Draco dalam hatinya. Bercerminlah Draco! Memangnya kau tak jahat? Karena membaca halaman itu, dia kembali mengingat kejadian waktu Luna jalan dengan Harry. Dia memang belum puas memarahi atau memotong poin Harry. Draco rasanya mau membanting buku diary itu. “Kenapa dia tidak menuliskan sesuatu tentang perasaannya kepadaku? Aku yakin kalau dia menyukaiku.”

“Kenapa kau tanpa izin membaca diary ku, Malfoy?” Tanya Luna yang hadir. Suara riangnya mengagetkan Draco. Draco hampir jatuh, dia sedang duduk di jendela lorong koridor yang merupakan jalan ke rumah Hagrid. Koridor itu memang sepi, ramainya pada hari Minggu.

“Kau ngapain?” Tanya Draco kaget sambil celingukan mengawasi sekeliling. Dia taku ada orang yang melihatnya sedang bersama Luna. Draco segera melompat turun.

“Aku memperbolehkanmu memegang diaryku, tapi aku tak mengizinkanmu untuk membacanya,” kata Luna agak kaku. Seperti biasa, tatapannya kosong.

“Kau jangan banyak omong!” kata Draco ketus. “Nih ku kembalikan!” Draco melempar kasar diary itu, Luna menangkapnya dengan tangkas, lalu Luna menengadahkan tangannya.

“Apa lagi?” Tanya Draco.

“Uang sewanya mana? Aku butuh tiga keping Galleon untuk membeli beberapa iris daging untuk Thestral.”
“KAU MENYEB-“ Draco merogoh sakunya. Dia terkejut tak menemukan sekeping koin pun di sakunya. Dia terus mencari, hasil nihil yang ia dapat. Hanya ada tongkatnya. “Er-aku lupa bawa uang, sebentar ku ambil dulu!” Draco berbalik pergi, namun Luna memegang tangannya.

“Tak perlu, aku hanya bercanda. Aku bisa meminta peri rumah untuk memberiku beberapa iris daging.” Kata Luna riang lalu terkekeh. Draco hanya memandang wajah ceria Luna dan merasakan sentuhan tangan Luna yang masih memegang tangannya.

Dengan gerakan cepat, namun terkesan refleks, Draco menarik kepala Luna. Dan mengecup sudut bibirnya. Whoa..Luna kaget, matanya tambah membesar sambil memandang mata kelabu Draco yang tepat ada di hadapannya.

“Ku bayar pakai ciuman itu saja ya!” kata Draco cengengesan setelah ia melepaskan Luna. Draco ngeloyor pergi tak bertanggung jawab setelah mencium Luna tanpa izin. Luna masih cengo, dia kaget benar. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya engap-engapan seperti habis lari terbirit-birit.

“Si Baby..” kata Luna tak percaya atas apa yang telah terjadi barusan antara dirinya dan Draco. Luna parno, dia tak mengerti mengapa Draco menciumnya. Ciuman yang singkat namun terkesan lembut. Luna balik ke kastil dengan perasaan yang agak gelisah.


***



Just a small town boy and girl
livin' in a crazy world.
Tryin' to figure out what is and isn't true.

Semenjak kejadian itu, Draco merasa kalau Luna telah menjadi miliknya. Hari
harinya lebih cerah dan berwarna. Lain hal dengan Draco, Luna malah lebih sering terlihat murung. Ada apa dengan Luna? Mungkinkah Luna tak merasakan apa yang Draco rasa? Jadi selama ini, siapakah yang ia cintai? Tak dapat di tebak, Luna tak pernah membicarakan tentang siapa cowok yang ia sukai.


Draco dan dua kroninya, Crabbe dan Goyle, sedang berjalan di koridor. Mereka cengengesan membahas soal kecerobohan Harry yang menumpahkan sekuali penuh ramuan Veritaserum. Harry disuruh membersihklannya ditambah lagi dengan detensi yang harus dia kerjakan. Draco senang banget melihat Harry tersiksa. Dia kurang puas dengan kesialan si Potter selama satu tahun penuh ini.
Dari arah berlawanan, Luna dan Ginny sedang berjalan menuju kelas Ramuan. Ginny bercerita tentang kekonyolan Corner sewaktu mereka berkencan di kedai Madame Puddifot’s, Luna hanya tertawa, dia tak pernah buka mulut soal Draco yang menciumnya, ini hanya jadi rahasia terbesarnya. Saat mereka berhadapan dengan Draco CS, mereka saling acuh. Luna bahkan tak memandang wajah Draco yang meliriknya. Sejak saat itu Luna tak pernah memandang Draco secara langsung, Luna juga selalu menhindar saat Draco mencoba menemuinya. Hubungan mereka jadi kurang membaik. Semua ini gara-gara kekurang ajaran Draco!


***


Wish I had concentrated,
They said love was complicated,
But it's something i just fell into,

And it was over-rated
But just look what i've created
I came out alive but i'm green and blue


“Luna akhir-akhir ini kau selalu diam, kau kenapa sih?” tegur Harry saat mereka keluar bersama dari kamar kebutuhan.

“Ahh, hanya perasaanmu saja. Aku hanya sedang ingin diam saja,” jawab Luna galau.

“Cerita saja!” desak Harry.

“Tidak ada apa-apa kok, lebih baik bahas soal kau dan Cho atau Ginny dan Corner atau Ron dan Hermione,”

“Ron dan Hermione?” Tanya Harry terkejut.

“Ku pikir mereka cocok jika berkencan,” jawab Luna lalu tersenyum.

“Aku lebih berpikir lebih cocok jika kau berkencan dengan Malfoy,” kata Harry menyindir. Luna langsung terdiam, dia memandang Harry.

“Jangan bahas soal Malfoy!” kata Luna agak dingin.

“Umm.. okay,” jawab Harry patuh. “kenapa dengan Ron dan Hermione?” Tanya Harry alihkan topic.

“Mereka.. sepertinya saling suka,” jawab Luna kembali riang.

“Kau benar,” jawab Harry meyakinkan. “Ku rasa juga begitu,”

“Sebagai teman yang baik, mengapa kau tak menjodohkan mereka?” Tanya Luna.

“Mereka? Di jodohkan?” Tanya Harry kaget lalu tertawa sendiri.

“Bagusnya kalian membicarakanku,” kata Hermione ketus. Mereka tak sadar kalau dari tadi Hermione berjalan di belakangnya.

“Hanya bercanda, Hermione,” kata Harry masih terkekeh. Luna hanya tersenyum, Hermione memasang ekspresi yang kecut. “Aku duluan ya, Cho menantiku di halaman!” Harrypun berlalu. Kini Luna dan Hermione berjalan memasuki aula.

“Dari tadi aku tak melihat Ginny, dia juga tak ikut latihan DA.” Kata Hermione.

“Ahh, paling-paling Ginny jalan dengan Corner, ini Saturday night, kan?” terka Luna dengan tepat. Ginny memang sedang jalan dengan Corner.

“ Yes, oya, kau tidak jalan dengan Malfoy?” Tanya Hermione menyelidik.

“Please Hermione! Jangan bahas soal dia,”

“Kalian bertengkar?”

“Kami tidak bertengkar, kenapa sih semua orang ingin tahu masalah pribadiku?” bentak Luna agak emosional. Akhir-akhir ini emosi Luna memang naik-turun.

“Well, sorry Luna.” Kata Hermione menyesal. Luna dan Hermione duduk di meja Gryffindor. Di aula terlihat Draco yang sedang duduk bersama Crabbe dan Goyle. Draco sedang memandang kearah Luna yang baru saja duduk.

“Draco melihatmu tuh,” kata Hermione berbisik. Luna melirik kearah Draco. Draco segera membuang muka dan berjalan pergi keluar aula. Luna mengerti, ini isyarat agar Luna mengikutinya.

“Hermione, sepertinya aku harus pergi,” kata Luna kalem. Dia berlari mengejar Draco keluar aula. Draco duduk di bawah pohon Breech di dekat danau. Luna mendekatinya.

“Kau kenapa selama ini mengacuhkanku?” Tanya Draco cuek.

“Cold as you,” jawab Luna. Suaranya bagai bisikan angina malam yang bertiup.

“Sorry soal waktu itu, aku refleks melakukannya.” Kata Draco to the poin.

“Aku tak mempermasalahkannya,” jawab Luna kalem. “Aku hanya kaget, selama ini aku hanya mendengar Ginny yang bercerita kalau dia di cium Corner, tapi kali ini aku merasakannya.”

“Jadi..”

“Maafkan aku, Malfoy, aku tak bisa. Aku hanya akan membuatmu malu kalau suatu saat kau jalan denganku.” Kata Luna resah lalu dia menitikkan air matanya.

“Luna aku tak peduli,”

“Aku tetap tak bisa, kau jalan saja dengan Pansy.” Luna berjalan pergi meninggalkan Draco. Draco mengejarnya, dia memegang tangan Luna.

“KAU MENYEBALKAN! KAU ANEH! SEHARUSNYA DARI AWAL AKU TAHU KALAU KAU MEMANG ANEH.” Draco membentak kasar di muka Luna, dia tak terima kalau Luna sudah menolaknya begitu saja. Draco segera pergi meninggalkan Luna yang terdiam. Akhir yang mengembirakan bagi Luna, sebenarnya hatinya sedih, dia juga menyukai Draco. Namun apa bisa di kata, perpisahan adalah jalan yang terbaik. Luna terpaksa melakukan itu. Dia tak ingin menurunkan imej Draco kalau Draco berpacaran dengannya.


And I don't know how it gets better than this
You take my hand and drag me head first
Fearless

I like the way you wanted me
Every night for so long baby
I like the way you needed me
Every time things got rocky

I was believing in you
Was I mistaken do you mean
Do you mean what you say
When you say our love could last forever
But I can not say what I feel
You're too cool for me
I'm afraid to make you ashamed
I could not resist the power of grief if you were embarrassed by your friends
I’m sorry, Malfoy



Continuesss !! eits masih ada lanjutannya, di comment dehh !! lol XD
SELAMAT MEMBACAA !! Soalnya, habis ini aku mau sisipin DraMione. Jahahahhahahaha maksudku, Hermione naksir diem-diem sama Draco yng udah cinta banget sama Lunaa xD

0 comments: